Zakir Naik adalah ‘tokoh’ yang saat ini sedang ‘naik daun’ karena sepak terjangnya menjadi ujung tombak misi konversi Hindu ke Islam. Senjata utamanya adalah tafsir Kalki Avatar yang mempunyai banyak kesamaan dengan Nabi Muhammad. Berdasarkan ‘modal’ keahlian akademis (S3) yang dia miliki, ia sukses menanamkan keyakinan di kepala banyak orang bahwa Kalki Avatar yang dimaksud oleh Vedanta adalah Nabi Muhammad dan dengan demikian penganut Hindu sudah seharusnya menjadi seorang Mu’alaf.
Pendapat yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad adalah Kalki Avatar bukanlah hal baru. Dalam buku Kalki Avtar Aur Muhammad Saheb (1969) karya Ved Prakash Uppaddhay diterbitkan oleh Saraswat Vedant Prakkash Sanggha diungkap berbagai argumentasi berdasarkan kesamaan ciri Nabi dengan yang tertulis pada kitab Hindu, salah satunya adalah Kalki Purana.
Hal ini telah diberitakan media di tanah air di tahun 1998. Hanya, karena saat itu geliat sosmed belum ada, pemberitaan tersebut nyaris tak terdengar.
Adalah Tabloid Skandal yang mengangkat berita tersebut(bahwa Nabi Muhammad adalah nabinya orang Hindu). Pada artikel tersebut dipasang foto Pura Besakih dengan caption “Meluruskan sejarah”, berdasarkan penggalan penelitian dari Prof Ved Prakash (1969) atas kesamaan ciri-cira dari Kalki Avatar sebagaimana disebutkan dalam Kalki Purana dengan penjalanan Nabi (Persepadanan Golongan Brahmin Shambala – Quraish, nama orang tua (Visnubhagat + Sumaani ~ Abdullah + Aminah) + meditasi di Goa, menunggang kuda terbang – perjalanan Isra Miraj Nabi dari Mekah ke Madinah hanya dalam 1 sore dsb). Saya sendiri, waktu nike selaku ketua KMHD UGM, telah mengirimkan protes dan telah dimuat oleh harian tersebut.
Inti yang saya sampaikan ketika itu adalah:
- Kajian Vedanta dalam hal ini Kalki Purana adalah interpretatif dan sangat wajar. Namun demikian, tidak seorangpun berhak mengklaim domain yang masih interpretif tersebut ke ranah fakta – dalam hal ini sejarah.
- Terjadi pemutarbalikan logika berfikir atas thesis dan konsekuensi. Jika interpretasi atas Kalki Purana benar adanya, seharusnya Islam merupakan bagian dari Hindu, bukan sebaliknya. Kenyataan itu harus difahami bahwa agama yang berbeda-beda ini adalah hasil cipta karya dari Tuhan yang sama. Dengan demikian, wacana (ataupun fakta – jika memang benar) ini seharusnya difahami dalam konteks konstruktif dalam rangka mendorong tumbuhnya pluralisme dan universalisme, bukan sebaliknya menabuh genderang ekslusifisme kelompok atau keyakinan.
Secara personal, saya mengamini pendapat Ved Prakash tersebut, hanya dengan interpretasi dan konsekuensi lanjutan yang berbeda.
Kalki memang menurunkan tiga ajaran inti yang sangat universal dan merupakan penentangan dari budaya jahiliyah termasuk yang terjadi di tanah Bharata; kesetaraan umat manusia (tiada kasta dan kesetaraan gender), monotheisme, serta pemujaan tanpa sarana, dengan misi tunggal – menjaga keseimbangan alam dengan penghancuran. Dengan pemahaman ini, kita dapat memahami bahwa ‘Kalki’ memang telah menjalankan misi beliau untuk menjaga keseimbangan dunia, seperti apa saat ini kita saksikan terjadi saat ini di Timur Tengah.
Leave a Reply