Falsafah Jawa sangat mewarnai kepemimpinan Presiden Jokowi. Gerak langkah yang ia tujukan tidak dapat dimaknai secara harfiah, melainkan memerlukan analisa lebih holistik.
Langkah Jokowi yang tidak menerima perwakilan demonstran menyiratkan beberapa pesan, yang meski samar, namun jelas dapat kita baca:
- Pertama, demonstran bukanlah wakil umat Islam. Representasi umat Islam nasional adalah NU, Muhamaddiyah dan MUI telah beliau temui pada tanggal 1 November. Hal ini menyiratkan bahwa bagi Presiden, demo 411 merupakan aspirasi yang tidak mewakili Umat Islam. Pertanyaannya, mewakili siapa? Kita bisa trace back dari siapa-siapa yang tidak ditemui Presiden dalam roadshow-nya. Presiden ke-6 SBY merupakan salah satu diaantara kelompok yang terlibat dalam pertarungan menuju DKI-1 yang tidak beliau temuai. Hal ini pula yang membuat SBY geram dan ‘terjebak’ dengan mengeluarkan statemen ‘Lebaran Kuda’. Reaksi yang over-sensi ini justru dilihat sebagian masyarakat bahwa SBY ‘bermain’ dalam aksi 411 tersebut.
- Kedua, strategi Presiden untuk menggagalkan ‘tujuan’ demo secara halus. Presiden tahu jika sasaran tembak dari demonstasi kali ini bukanlah Ahok, melainkan dirinya. Hal ini tercermin dari pertanyaan Fahri Hamzah, Habib Rizik hingga Amien Rais. Dengan absensi Presiden tersebut, ‘tujuan utama’ dari demo telah gagal total.
- Setelah ini, Presiden dipastikan akan merapatkan barisan baik untuk mengatisipasi hal serupa terjadi maupun ‘menjewer’ telinga para petualan politik yang bermain api atas nama Aksi Bela Agama. Semoga saja berakhir damai.
Leave a Reply