
Karena hari sudah siang, kekhawatiran nampak jelas pada wajahnya kalau-kalau ia telat mengantarkan sarapan. Dibalik kekhawatirannya, sesekali ia meringis menahan sakit di perutnya yang sekian lama semakin menguat.
Belum berhasil ia menyebrangi abing itu, rasa sakit diperutnya semakin tidak tertahankan. Demi menjalankan kewajibannya, ia tetap berusaha menyebrangi abing itu untuk mengantarkan sarapan untuk sang suami. Namun apa daya, sakit yang ia rasakan semakin menjadi-jadi. Air ketuban sudah mengucur dari selangkangannya.
Dengan perasaan yang semakin panik, ia akhirnya meminta pertolongan Dadong Legod, seorang tetangga yang kebetulan bermukim tidak jauh dari tebing tadi, untuk mengantarkan sarapan itu kepada suaminya. Dengan langkah sempoyongan, ibu yang perkasa itu bergegas pulang ke rumah gubuknya dengan harapan, jikapun anaknya lahir, ia tidak lahir di semak-semak.
Harapannya akhirnya terkabul. Sesampainya di guduk, anak ke 6-nya lahir dengan beralaskan tikar robek dan bantal kayu, tanpa kesulitan yang berarti.
Bersambung…
Meski engkau tidak punya FB, aku yakin ungkapan doa dan rasa terimakasihku telah sampai padamu, sebelum aku mengabarkan berita ini padamu. Meski tidak akan pernah bisa membayar hutangku secara lunas, semoga kami – aku dan kakak-kakaku (yang tinggal) berempat, masih mempunyai cukup waktu untuk melayanimu, di sisa hidupmu. Selamat Hari Ibu, Meme.
Leave a Reply