Dipresentasikan oleh Sadwika Salain dalam “Webinar Budaya Perekat Persatuan dan Kesatuan Bangsa”, Direktur Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), Kementrian Keuangan Republik Indonesia, 19 Oktober 2020.
Background:
Akhir-akhir ini, narasi Nusantara sebagai pusat peradaban dunia muncul dalam pelbagai forum kajian akademik. Meski dalam konteks pemahaman empirik diperlukan lebih banyak pembuktian, narasi multidisiplin non-ideologis untuk mendukung hipotesa diatas perlu diberi ruang yang lebar dalam berbagai bentuk riset dan forum diskusi ilmiah. Forum ini adalah salah satu ruang yang mendiskusikan gagasan diatas, sebagai bentuk apresiasi dari upaya akademik yang telah didedikasikan.
Abstract
Penemuan situs arsitektur kuno di berbagai belahan dunia seperti Puma Punku (Bolivia), the Great Pyramid (Egypt), Stonehenge (Wales) dan Gunung Padang (Indonesia), situs yang bahkan mustahil di bangun dengan teknologi kekinian sekalipun, mengindikasikan satu hal, bahwa di masa lampau, manusia pernah hidup dengan peradaban dan teknologi yang sangat maju. Karena peradaban dan teknologi merupakan merupakan by product dari evolusi berfikir dan kecerdasan manusia, dipastikan bahwa manusia pernah hidup dengan tingkat kecerdasan yang sangat maju di masa lampau.
Hipotesa ini mendorong lahirnya pemikiran alternatif sebagai antitesa mainstream knowledge tentang evolusi kecerdasan manusia, yang menempatkan manusia modern sebagai puncak dari hierarki piramidanya. Dari temuan dan bukti-bukti arsitektur yang tersebar di berbagai belahan dunia mengindikasikan sebaliknya: gagasan Darwinian yang berpandangan pada linearitas evolusi peradaban manusia menjadi tidak relevan dan justru merupakan proses yang siklikal (berulang).
Sembari mengumpulkan lebih banyak bukti untuk mendukung ataupun menegasikan gagasan diatas (keberadaan perabadan dan kecerdasan manusia yang maju di masa lalu, pertanyaan mendasar yang relevan diajukan adalah “mekanisme apa yang menyebabkan kecerdasan manusia (sebagai aktor penentu terbentuknya peradaban manusia) berlangsung secara siklikal (bukan linear)?”.
Untuk menjawab pertanyaan ini, diperlukan pendekatan multi-disiplin dan holistik, baik dari aspek budaya, biologi, astronomi, hidrologi hingga fisika – dalam hal ini biomagnetic field yang akan dipaparkan secara garis besar dalam webinar nanti.
Topik ini akan membahas secara singkat tentang:
– Bukti-bukti arsitektural/arkeologi yang menggambarkan kecerdasan manusia di masa lampau
– Highlight teori Nusantara sebagai pusat peradaban dunia berikut bukti-bukti pendukungnya
– Hubungan astronomi, gelombang elektromagnetik, otak (kecerdasan) terhadap peradaban manusia
– Catur Yuga : pengaruh posisi astronomi tata surya termasuk bumi (dan manusia di dalammnya) terhadap evolusi peradaban manusia
– Bagaimana mengoptimalkan fungsi otak agar bergungsi optimal dari sudut pandang neuroscience dan brain/neuro-biomechanics
Tentu, topik ini adalah bahasan yang kompleks dan memerlukan forum yang lebih intens (dari sisi frekuensi dan durasi) untuk memperoleh pemahaman yang komprehensif. Selain intensitas, topik ini juga memerlukan apersepsi dan pemahaman awal, seperti yang tersaji dalam “crucial points and keywords” di bawah ini.
Crucial Points and Keywords:
– Electromagnetic Field
○ Electromagnetic field adalah gelombang yang dihasilkan oleh proses elekro dan magnetik, mencakup range frekuensi yang luas, mulai dari radio wave (frekuensi rendah) hingga gamma ray (frekuensi tinggi). Gelombang elektromagnetik di bumi dipengaruhi oleh berbagai faktor.
○ Astronomi (posisi bumi dalam solar system, solar system dalam konfigurasi galaksi dan cluster galaksi) mempunyai pengaruh (ter)besar terhadap keberadaan dan pola gelombang elektromagnetik di bumi.
– Human Brain
○ Otak manusia bekerja berdasarkan interkoneksi sinyal elektromagnetik melalui proses biokimia (neurotransmitter). Aktifitas neuron pada otak manusia dipengaruhi oleh interferensi gelombang elektromagnetik bumi. Hipotesanya adalah evolusi kecerdasan umat manusia sangat bergantung pada interaksi gelombang elektromagnetik solar system. Namun demikian, penelitian empirik diperlukan untuk mendukuing claim ini.
○ Brain NeuroPlasticity : kemampuan neuron (sebagai komponen utama dari otak dan spina cord) untuk beradaptasi dengan input internal (e.g latihan mental, meditasi etc) – eksternal (e.g gelombang elektromagnetik).
○ Brain Wave adalah gelombang yang dihasilkan dari aktifitas neuronal firing – wiring dari proses biokimia (melalui neurotransmitter). Brain waves tidak termasuk elektromagnetic wave, namun dapat dipengaruhi oleh keberadaan elektromagnetic wave itu sendiri.
○ Otak (brain) adalah pusat pengendali proses kognitif, perasaan hingga mekanisme yang terkait dengan proses hidup (heart beat dan pernafasan). Selain otak (bersama spinal cord membentuk central nervous system), jantung (heart, cardio-nervous system) dan usus (intestine, etheric nervous system) adalah organ lain yang mempunyai peran penting dalam koordinasi fikiran, perasaan dan emosi. Penelitian kontemporer menunjukkan, ketiga organ ini disebut sebagai three brains dalam tubuh manusia.
○ Hubungan empirik antara brain waves dan electromagnetic wave telah terdokumentasi. Namun demikian, hubungannya dengan kecerdasan manusia dipengaruhi oleh electropmagnetic field belum dapat dibuktikan secara empirik. Hal ini sebebabkan karena pembentukan kecerdasan manusia terbentuk dari multi-variables dan waktu penelitian yang generatif (sangat lama).
○ Selain jumlah neuron, performa otak manusia ditentukan oleh neuroplasticity dan neurogenesis (pertumbuhan neuron baru).
○ Otak bekerja atas konsep bio-electrical yang terjadi sebagai bentuk dari proses komunikasi antar neuron. Sebagai produknya, otak menghasilkan gelombang elektromagnetik lemah dengan rentang frekuensi 0 – 50Hz, hampir 100 kali lebih rendah daripada gelombang elektromagnetik pada hati.
○ Keterhubungan astronomi dan aktifitas otak manusia, saat ini bukan hanya pseudo-science, melainkan tengah memasuki ranah riset mainstream.
– Astronomi
○ Precession of the Equinox (PE) adalah fenomena rotasi ‘oleng’ garis ekuator bumi terhadap titik putar sebagai akibat dari siklus rotasi bumi dan tata surya mengitari bintang pusat. Durasi satu siklus PE ini adalah 25,920 tahun.
○ Catur Yuga adalah empat klaster durasi jaman yang menunjukkan karakteristik manusia; Satya, Treta, Dwapara dan Kali Yuga. Konsep Catur Yuga berasal dari tradisi Vedic dan bangsa Sumeria. Konsep Catur Yugas didasarkan PE. Saat ini, konsep ini setidaknya terbagi menjadi dua pemahaman; Catur Yuga yang memiliki siklus 25.920 tahun dan Maha Catur Yugas dengan siklus 4.3 juta tahun. (Pada webinar ini secara ekslusif kita membahas tentang Catur Yuga dengan kurun 25.920 tahun karena alasan berikut. Secara siklus waktu, Catur Yuga banyak dibahas sebagai pengetahuan mainstream karena secara scientific dan kurun waktu yang tidak terlampau panjang, sehingga perubahan masing-masing Yuga dapat dikonfirmasi dengan data empirik).
○ Pembagian jaman dalam konsep Catur Yuga inipun memiliki perbedaan penafsiaran: Sadh Guru Yogi Vasudev dan Sri Yukteswar. Dalam komunitas scientiific, konsep dari Sri Yuktesvar lebih banyak didiskusikan. Menurut konsep ini, Sathya Yuga, golden age peradaban kebudayaan manusia berpuncak pada kisaran 11.500 BC
○ Young Dryas (Dryas Muda) adalah periode glasial di akhir jaman Pleistocene (Ice Age) dimana air laut naik secara drastis dalam kurun waktu yang relatif singkat. Young Dryas terjadi dalam kurun 12.900 and 11.600 tahun yang lalu.
Disclaimer:
– Sebagian dari konten dari materi ini termasuk dalam kategori pseudo-science karena belum dapat dibuktikan hubungannya melalui percobaan empirik.
– Konsep Catur Yuga yang berasal dari pengetahuan Vedic, tidak serta merta menempatkan Vedanta sebagai kiblat ideologis. Referensi Vedic ini diambil oleh pemakalah semata-mata hanya karena keterbatasan materi bacaan semata.
Leave a Reply